Ir. H. Joko Widodo (lahir di Surakarta, 21 Juni 1961; umur 52 tahun), atau yang lebih akrab dipanggil Jokowi, adalah Gubernur DKI Jakarta terhitung sejak tanggal 15 Oktober 2012. Ia merupakan gubernur ke-17 yang memimpin ibu kota Indonesia.

Sebelumnya, Jokowi menjabat Wali Kota Surakarta (Solo) selama dua periode, 2005-2010 dan 2010-2015, namun baru 2 tahun menjalani periode keduanya, ia mendapat amanat dari warga Jakarta untuk memimpin Ibukota Negara. Dalam masa jabatannya di Solo, ia didampingi F.X. Hadi Rudyatmo sebagai wakil walikota. Ia dicalonkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Masa kecil

Joko Widodo lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo. Dengan kesulitan hidup yang dialami, ia terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, ia mulai pekerjaan menggergaji di umur 12 tahun. Penggusuran yang dialaminya sebanyak tiga kali di masa kecil mempengaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak setelah menjadi Walikota Surakarta saat harus menertibkan pemukiman warga.

Masa kuliah dan berwirausaha

Dengan performa akademis yang dimiliki, ia diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk belajar struktur kayu, pemanfaatan, dan teknologinya.

Selepas kuliah, ia bekerja di BUMN, namun tak lama memutuskan keluar dan memulai usaha dengan menjaminkan rumah kecil satu-satunya, dan akhirnya berkembang sehingga membawanya bertemu Micl Romaknan, yang akhirnya memberinya panggilan yang populer hingga kini, Jokowi. Dengan kejujuran dan kerja kerasnya, ia mendapat kepercayaan dan bisa berkeliling Eropa yang membuka matanya. Pengaturan kota yang baik di Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan menginspirasinya untuk memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan manusiawi dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya.

Karier politik

Wali Kota Surakarta

Dengan berbagai pengalaman di masa muda, ia mengembangkan Solo yang buruk penataannya dan berbagai penolakan masyarakat untuk ditertibkan. Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan dan menjadi kajian di universitas luar negeri.

Rebranding Solo

Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui slogan Kota Solo yaitu “Solo: The Spirit of Java“. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran.

Mendamaikan Keraton Surakarta

Pada tanggal 11 Juni 2004, Paku Buwono XII wafat tanpa sempat menunjuk permaisuri maupun putera mahkota, sehingga terjadi pertentangan antara kedua putranya, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan (SDISKS) Paku Buwono XIII dan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Panembahan Agung Tedjowulan. Selama tujuh tahun ada dua raja yang ditunjuk oleh kedua pihak di dalam satu Keraton.

Konflik ini akhirnya mendorong campur tangan pemerintah Republik Indonesia dengan menawarkan dualisme kepemimpinan, dengan Paku Buwono XIII sebagai Raja dan KGPH Panembahan Agung Tedjowulan sebagai wakil atau Mahapatih. Penandatanganan kesepahaman ini didukung oleh empat perwakilan menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Pekerjaan Umum serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Namun konflik belum selesai karena beberapa keluarga keraton masih menolak penyatuan ini.

Puncaknya adalah penolakan atas Raja dan Mahapatih untuk memasuki Keraton pada tanggal 25 Mei 2012. Keduanya dicegat di pintu utama Keraton di Korikamandoengan. Jokowi akhirnya berperan menyatukan kembali perpecahan ini setelah delapan bulan menemui satu per satu pihak keraton yang terlibat dalam pertentangan. Pada tanggal 4 Juni 2012 akhirnya Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan berakhirnya konflik Keraton Surakarta yang didukung oleh pernyataan kesediaan melepas gelar oleh Panembahan Agung Tedjowulan, serta kesiapan kedua keluarga untuk melakukan rekonsiliasi.

Penghargaan

Atas prestasinya, oleh Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008”. Kebetulan di majalah yang sama pula, Basuki Tjahaja Purnama, atau akrab dengan panggilan Ahok pernah terpilih pula dalam “10 Tokoh 2006” atas jasanya memperbaiki layanan kesehatan dan pendidikan di Belitung Timur. Ahok kemudian akan menjadi pendampingnya di Pilgub DKI tahun 2012.

Pada tanggal 12 Agustus 2011, ia juga mendapat penghargaan Bintang Jasa Utama untuk prestasinya sebagai kepala daerah mengabdikan diri kepada rakyat. Bintang Jasa Utama ini adalah penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga negara sipil. . Pada Januari 2013, Joko Widodo dinobatkan sebagai wali kota terbaik ke 3 di dunia atas keberhasilannya dalam memimpin Surakarta sebagai kota seni dan budaya, kota paling bersih dari korupsi, serta kota yang paling baik penataannya

Gubernur DKI Jakarta

Suasana di posko pemenangan Jokowi di Jalan Borobudur 22
Lihat pula: Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, 2012

Jokowi diminta secara pribadi oleh Jusuf Kalla untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Pilgub DKI tahun 2012. Karena merupakan kader PDI Perjuangan, maka Jusuf Kalla meminta dukungan dari Megawati Soekarnoputri, yang awalnya terlihat masih ragu. Sementara itu Prabowo Subianto juga melobi PDI Perjuangan agar bersedia mendukung Jokowi sebagai calon gubernur karena membutuhkan 9 kursi lagi untuk bisa mengajukan Calon Gubernur. Pada saat itu, PDI Perjuangan hampir memilih untuk mendukung Fauzi Bowo dan Jokowi sendiri hampir menolak dicalonkan. Sebagai wakilnya, Basuki T Purnama yang saat itu menjadi anggota DPR dicalonkan mendampingi Jokowi dengan pindah ke Gerindra karena Golkar telah sepakat mendukung Alex Noerdin sebagai Calon Gubernur.

Pasangan ini awalnya tidak diunggulkan. Hal ini terlihat dari klaim calon petahana yang diperkuat oleh Lingkaran Survei Indonesia bahwa pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli akan memenangkan pilkada dalam satu putaran. Selain itu, PKS yang meraup lebih dari 42 persen suara untuk Adang Daradjatun di pilkada 2007 juga mengusung Hidayat Nur Wahid yang sudah dikenal rakyat sebagai Ketua MPR RI periode 2004-2009. Dibandingkan dengan partai lainnya, PDIP dan Gerindra hanya mendapat masing-masing hanya 11 dan 6 kursi dari total 94 kursi, jika dibandingkan dengan 32 kursi milik Partai Demokrat untuk Fauzi Bowo, serta 18 Kursi milik PKS untuk Hidayat Nur Wahid. Namun LP3ES sudah memprediksi bahwa Jokowi dan Fauzi Bowo akan bertemu di putaran dua.

Hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei pada hari pemilihan, 11 Juli 2012 dan sehari setelah itu, memperlihatkan Jokowi memimpin, dengan Fauzi Bowo di posisi kedua.[30] Pasangan ini berbalik diunggulkan memenangi pemilukada DKI 2012 karena kedekatan Jokowi dengan Hidayat Nur Wahid saat pilkada Walikota Solo 2010 serta pendukung Faisal Basri dan Alex Noerdin dari hasil survei cenderung beralih kepadanya.

Pilkada 2012 putaran kedua

Jokowi berusaha menghubungi dan mengunjungi seluruh calon, termasuk Fauzi Bowo, namun hanya berhasil bersilaturahmi dengan Hidayat Nur Wahid dan memunculkan spekulasi adanya koalisi di putaran kedua. Setelahnya, Fauzi Bowo juga bertemu dengan Hidayat Nur Wahid.

Namun keadaan berbalik setelah partai-partai pendukung calon lainnya di putaran pertama, malah menyatakan dukungan kepada Fauzi Bowo. Hubungan Jokowi dengan PKS juga memburuk dengan adanya tudingan bahwa tim sukses Jokowi memunculkan isu mahar politik Rp50 miliar. PKS meminta isu ini dihentikan, sementara tim sukses Jokowi menolak tudingan menyebutkan angka imbalan tersebut. Kondisi kehilangan potensi dukungan dari partai-partai besar diklaim Jokowi sebagai fenomena “Koalisi Rakyat melawan Koalisi Partai”. Klaim ini dibantah pihak Partai Demokrat karena PDI Perjuangan dan Gerindra tetap merupakan partai politik yang mendukung Jokowi, tidak seperti Faisal Basri dan Hendrardji yang merupakan calon independen. Jokowi akhirnya mendapat dukungan dari tokoh-tokoh penting seperti Misbakhun dari PKS, Jusuf Kalla dari Partai Golkar, Indra J Piliang dari Partai Golkar, serta Romo Heri yang merupakan adik ipar Fauzi Bowo.

Pertarungan politik juga merambah ke dunia media sosial dengan peluncuran Jasmev, pembentukan media center, serta pemanfaatan media baru dalam kampanye politik seperti Youtube. Pihak Fauzi Bowo menyatakan juga ikut turun ke media sosial, namun mengakui kelebihan tim sukses dan pendukung Jokowi di kanal ini.

Putaran kedua juga diwarnai berbagai tudingan kampanye hitam, yang antara lain berkisar dalam isu SARA, isu kebakaran yang disengaja, korupsi, dan politik transaksional.

Menjelang putaran kedua, berbagai survei kembali bermunculan yang memprediksi kemenangan Jokowi, antara lain 36,74% melawan 29,47% oleh SSSG, 72,48% melawan 27,52% oleh INES, 45,13% melawan 37,53% dalam survei elektabilitas oleh Indo Barometer, 45,6% melawan 44,7% oleh Lembaga Survei Indonesia.

Setelah pemungutan suara putaran kedua, hasil penghitungan cepat Lembaga Survei Indonesia memperlihatkan pasangan Jokowi – Ahok sebagai pemenang dengan 53,81%. Sementara rivalnya, Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli mendapat 46,19%. Hasil serupa juga diperoleh oleh Quick Count IndoBarometer 54.24% melawan 45.76%, dan lima stasiun TV. Perkiraan sementara oleh metode Quick Count diperkuat oleh Real Count PDI Perjuangan dengan hasil 54,02% melawan 45,98%, Cyrus Network sebesar 54,72% melawan 45,25%. Dan akhirnya pada 29 September 2012, KPUD DKI Jakarta menetapkan pasangan Jokowi – Ahok sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI yang baru untuk masa bakti 2012-2017 menggantikan Fauzi Bowo – Prijanto.

Pasca Pilkada 2012

Setelah resmi menang di perhitungan suara, Jokowi masih diterpa isu upaya menghalangi pengunduran dirinya oleh DPRD Surakarta., namun dibantah oleh DPRD. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi juga menyatakan akan turun tangan jika masalah ini terjadi, karena pengangkatan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak dianggap melanggar aturan mana pun jika pada saat mendaftar sebagai Calon Gubernur sudah menyatakan siap mengundurkan diri dari jabatan sebelumnya jika terpilih, dan benar-benar mengundurkan diri setelah terpilih. Namun setelahnya, DPR merencanakan perubahan terhadap Undang-Undang No 34 tahun 2004, sehingga setalah Jokowi, kepala daerah yang mencalonkan diri di daerah lain, harus terlebih dahulu mengundurkan diri dari jabatannya pada saat mendaftarkan diri sebagai calon.

Atas alasan administrasi terkait pengunduran diri sebagai Walikota Surakarta dan masa jabatan Fauzi Bowo yang belum berakhir, pelantikan Jokowi tertunda dari jadwal awal 7 Oktober 2012 menjadi 15 Oktober 2012. Acara pelantikan diwarnai perdebatan mengenai biaya karena adanya pernyataan Jokowi yang menginginkan biaya pelantikan yang sederhana. DPRD kemudian menurunkan biaya pelantikan menjadi Rp 550 juta, dari awalnya dianggarkan Rp 1,05Miliar dalam Perubahan ABPD. Acara pelantikan juga diramaikan oleh pedagang kaki lima yang menggratiskan dagangannya.

Sehari usai pelantikan, Jokowi langsung dijadwalkan melakukan kunjungan ke masyarakat.

Kartu Jakarta Sehat

Program pertamanya yang langsung mendapat apresiasi adalah Kartu Jakarta Sehat, yang bertujuan mereformasi jaminan kesehatan di Jakarta. Sebelumnya, masyarakat miskin harus mengurus banyak surat dan rujukan dengan birokrasi berbelit sebelum bisa mendapat keringanan biaya kesehatan. Dengan Kartu Jakarta Sehat, masyarakat bisa langsung mendapat layanan gratis di Puskesmas dan dirujuk ke Rumah Sakit tertentu jika memerlukan perawatan lebih lanjut. Program ini ditangani oleh Askes sebagai Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) yang telah resmi ditunjuk oleh Undang-Undang.

Sejak diluncurkan pada 10 November 2012, Kartu Jakarta Sehat mendapat banyak kritik dan masukan dari berbagai pihak. Misalnya anggota Badan Anggaran DPRD DKI Johny Wenas yang takut KJS akan melanggar aturan dan Perda karena masih ada program serupa sedang berjalan di tahun 2012. Saran lain datang dari Mentri Kesehatan Nafsiah Mboi yang menganggap DKI Jakarta harus berupaya memperbaiki kurangnya infrastruktur, baik sumber daya manusia maupun alat kesehatan, serta sistem rujukan agar pasien KJS bisa ditangani dengan baik dan tepat waktu 

Kontroversi terjadi saat 16 Rumah Sakit swasta berniat mundur dari KJS karena ketidakjelasan sistem paket INA-CBGS yang hendak diterapkan Kementrian Kesehatan dalam jaminan KJS. Namun akhirnya hanya 2 Rumah Sakit yang menyatakan menghentikan layanan KJS untuk mengevaluasi ulang. Sementara 14 Rumah Sakit lainnya setuju tetap melanjutkan KJS setelah kesimpangsiuran ini dibicarakan bersama. Namun masalah ini terlanjur berkembang menjadi konflik politik setelah beberapa anggota DPRD mengancam akan menjadikan hal ini sebagai alasan pemakzulan terhadap Gubernur dan Wakil Gubernur

——————————————————————————————————————

Joko Widodo (born June 21, 1961 in Surakarta, Indonesia) is an Indonesian politician and the current Governor of Jakarta. He is often better known by his nickname Jokowi.

He was previously the Mayor of Surakarta. He was nominated by his party, Indonesian Democratic Party – Struggle, to run in the 2012 Jakarta gubernatorial election with Basuki Tjahaja Purnama (often known as Ahok) as his running mate.

He was elected governor of Jakarta on 20 September 2012 after a second round runoff of voting in which he defeated the incumbent governor Fauzi Bowo.

Jokowi’s national popularity has risen sharply since his election to the high-profile position of governor of Jakarta. He is now a potential candidate for the Indonesian presidential election in 2014.

Education

Jokowi was born in Surakarta, Central Java, Completed primary school at SDN Sumber Surakarta, then continued in Junior High School at SMPN 1 Surakarta and Senior High School at SMAN 5 Surakarta. Jokowi graduated with an engineering degree from the Faculty of Forestry at Gadjah Mada University in 1985.

Career

While running for the office of mayor of Surakarta, many doubted the ability of a man who worked as a property and furniture businessman, but after a year in office, Jokowi successfully led many progressive breakthroughs which became widely praised nationally. He adopted the development framework of European cities (which he frequently traveled to as a businessman) into his own city of Surakarta.

His supporters pointed to rapid changes in Surakarta under his leadership. Branding the city with the motto “Solo: The Spirit of Java” was seen as a successful move. While in office, he was able to relocate junk dealers in the Banjarsari Gardens smoothly, a move which was helpful in revitalizing the functions of the open green land; he emphasized the importance of business firms engaging in community activities; he improved communications with the local community (appearing regularly on local television). Furthermore, when Balekambang Park was abandoned by its organizer, he made it a public park. Jokowi also did not hesitate to dismiss investors who do not agree with the principles of his leadership. As a follow-up of the new branding of Surakarta, he applied for Surakarta to become a member of the Organization of World Heritage Cities, which was approved in 2006, and subsequently had Surakarta chosen to host the organization’s conference in October 2008. In 2007, Surakarta had also hosted the World Music Festival (Festival Musik Dunia/FMD) which was held at the Fort Vastenburg Complex (it is worth noting that Fort Vastenburg was to be bulldozed and replaced by a business center and shopping malls before Jokowi vetoed the decision). The FMD in 2008 was held in the Mangkunegaran Palace Complex.

Part of Jokowi’s personal style has populist “can-do” (punya gaye) elements designed to build bonds with the broad electorate. This approach has proved highly effective in the past few years. As just one example, as mayor of Surakarta he became personally involved in an incident just before Christmas 2011 when the Surakarta municipality had overdue bills of close to $1 million (Rp 8.9 billion) owing to state-owned electricity company Perusahaan Listrik Negara (PLN). Following PLN company policy to pursue a more disciplined approach to collect overdue bills, the PLN imposed a blackout on street lamps in Surakarta just before Christmas. The city municipality quickly authorised payment but in settling the bill protested that the PLN should consider the public interest before taking this type of action. To reinforce the point, Jokowi made a highly-publicised personal visit to the local PLN office to deliver the Rp 8.9 billion in cash in the form of hundreds of bundles of notes and even small coins.

Governor of Jakarta

Jokowi has been an active, high-profile governor of Jakarta. He has followed the practice (known as blusukan) of regularly arranging well-publicised visits to local communities, often in quite poor areas, across Jakarta. During these visits he wears simple clothes and makes a point of spending time in markets or walking along narrow Jakarta lanes (gangs) to chat to people about problems like the price of food, housing difficulties, local flooding, and transport. Polling and media coverage suggests that Jokowi’s hands-on style has proved very popular both in Jakarta and elsewhere across Indonesia.

His approach is widely said to reflect the similar, successful style of administration that he adopted while mayor of Surakarta between 2005 and 2007. His inner circle of advisers in Jakarta is reported to include people such as FX Hadi ‘Rudy’ Rudyatmo, Sumartono Hadinoto, and Anggit Nugroho who were colleagues while he was mayor of Surakarta as well as Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama, his current deputy as governor of Jakarta.

Awards and honours

His awards and honours include the following:

2008: Jokowi was was listed by Tempo magazine as one of the ‘Top 10 Indonesian Mayors of 2008’.

2011: He was awarded the Bintang Jasa Utama by President Susilo Bambang Yudhoyono.

2012: Jokowi received 3rd place of the 2012 World Mayor Prize for “transforming a crime-ridden city into a regional center for art and culture and an attractive city to tourists. He was listed as one of “The Leading Global Thinkers of 2013” in Foreign Policy (magazine). In February 2013 he was nominated as the global mayor of the month by the The City Mayors Foundation based in London.


Comments

About Jokowi — 13 Comments

  1. saya sangat setuju dan akan memilih Jokowi sbg Presiden , karena indo kini butuh presiden seperti Jokowi. Apapun kendaraan Jokowi saya tetap akan pilih jokowi.oke

  2. supaya tidak terjebak dalam kendaraan politik yang sedang akan terbakar saya sarankan jiokowi maju sebagai calon independent, karena partai apapun akan menghalangi gerak jokowi menjadi presiden yang selalu di recoki semua partai yang tanpa mutu, ganti sistem presidensiil murni, parlemen sangat mengganggu ketoke membantu pemerintah malah menggigit dari belakang, jadi tikus yang menyebarkan penyakit pes korupsi yang menghancurkan sistem kesehatan bangsa indonesia, pilih satu saja jokowi dan wakilnya, kosongkan pilihan dpr, kosongkan dprd I kosongkan DPRD II DPD boleh pilih yang berkualitas, terima duitnya tinggalkan orangnya. hidup negara baru indonesia. bunuh semua koruptor seanak cucunya

  3. yang lolos dari pantauan media massa, adalah bahwa Jokowi memiliki kecenderungan fanatisme agama. Selama Solo dipegang oleh Jokowi, terjadi perkembangan pesat ormas radikal; bertahun-tahun FPI bermarkas di Jakarta, tidak berani pawai di jalan raya, begitu Jokowi menjadi gubernur, langsung ada acara milad konvoi di jalan raya.

  4. Dari hal kecil saja saya sudah opresiasi Pak Jokowi di BKT yang dulu gelap sejak Jokowi Memimpin Jakarta Sekarang Terang Benderang dan indah. Hal detail speerti itu memang juga harus jadi perhatian pemimpin dan presiden skalipun saya dukung Jokowi

  5. Yth Pak Jokowi.
    Saya selalu mengingatkan pada para politis dan calon pemimpin negeri ini,
    agar memberikan perhatian penuh kepada dunia anak muda, berusia antara 17-29 tahun.
    Usia tersebut pada tahun 2014 diperkirakan melebih 62 juta jiwa.

    Persaoalannya, nyaris tak ada parpol atauy calon pemimpin yang memberikan perhatian penuh, terukur dankongkrit terhadap usia 17-29 tahun, yang merupakan usia edukatif, inisiatif, inovatif, kreatif dan produktif bagi negara-negara perkembang, seperti Indonesia.

    Nah, apa rencana program kongkrti dari Pak Jokowi, jika nanti terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia?

    Rakay tak ingin jawaban diplomatis apalagi jawaban normatif, yang kerap disampaikan para pemimpin yang nyata-nyata hanya ingin meraup keuntungan pribadi, patai, kelompok dan keluarganya, danmelupakankepentingan utama dan terbesar, yakni kepentingan rakyat.

    Jika Pak Jokowi mampu merumuskan dan melaksanakan program untuk anak muda yang berusia diantara 17-29 tahun tersebut, niscaya, bangsa Indonesia akan bergerak maju menjemput masa depannya.

    Wassalam,,,

    • sangat setuju sekali pendapat anda…… saya dukung jokowi sepenuh hati, harapan saya jadi pemimpin harus rendah hati, jangan jadi tongkosong berbunyi nyaring

Leave a Reply to wayan suarma Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

HTML tags allowed in your comment: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>