Presiden Joko Widodo terlihat marah saat memberikan sambutan kepada seluruh Kapolda dan Kajati
Presiden menegaskan pembangunan harus dijalankan secara bersama dan didukung semua pihak. Maka, pemerintah sudah mengeluarkan 12 paket kebijakan ekonomi.
“Sekali lagi semuanya harus segaris, harus seirama sehingga orkestrasinya menjadi suara yang baik,” jelas Jokowi, dalam sambutan pengantarnya.
Jokowi mengingatkan instruksinya di Istana Bogor pada 2015 lalu. Saat itu, ada lima instruksinya kepada aparat penegak hukum. Pada kesempatan ini, Jokowi ingin mengevaluasi kembali instruksi itu, yang menurutnya tidak dijalankan.
“Pertama bahwa kebijakan diskresi tidak bisa dipidanakan, jangan dipidanakan,” kata Jokowi.
Kedua, Jokowi mengingatkan kembali bahwa tindakan administratif tidak boleh dipidanakan. Sehingga aparat baik Polri maupun Kejaksaan, harus memilahnya.
“Tolong dibedakan mana yang niat nyuri, nyolong dan mana yang maladministrasi. Saya kira aturan di BPK sudah jelas,” jelas mantan Gubernur DKI itu.
Jokowi juga menyinggung pada poin ketiga, bahwa kerugian yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan, diberi peluang 60 hari.
“Keempat, kerugian negara ini harus konkret, tidak mengada-ada,” terang Jokowi.
“Kelima, tidak diekspose ke media secara berlebihan sebelum kita melakukan penuntutan. Ya kalau salah, kalau enggak salah,” tegasnya.
Dari lima poin yang diinstruksikan setahun lalu itu, Jokowi mengatakan masih banyak Kapolda dan Kajati yang tidak mengindahkan perintahnya.
“Evaluasi perjalanan selama ini, saya masih banyak sekali mendengar tidak sesuai dengan yang saya sampaikan,” katanya.
Jokowi meminta agar pembangunan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Tapi Jokowi terlihat marah, karena justru penegakan hukum tidak sejalan dengan keinginan pemerintah melakukan pembangunan.
“Saya masih banyak keluhan dari bupati, wali kota, gubernur. Nanti saya akan jelaskan ketika tidak ada media,” kata Jokowi.
Pertemuan kemudian berlangsung tertutup. Turut hadir Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko Kemaritiman Rizal Ramli, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Jaksa Agung HM Prasetyo.
Presiden merasa arahan darinya selama ini jelas. Itu sebabnya, ia merasa bingung kenapa masih ada kejaksaan dan kepolisian di daerah yang tak kunjung mematuhinya. “Saya minta di jajaran kepolisian dan kejaksaan betul-betul merespons perintah yang diberikan.”
Terkait Arahan ketiga, Jokowi meminta jangan mudah membeberkan kerugian negara kepada media selama jumlah dan statusnya belum pasti.
Menurut dia, kerugian negara baru bisa diekspos apabila sudah konkret atau akan masuk ke proses penuntutan. “Arahan lain, BPK diberi waktu 60 hari (untuk memastikan kerugian negara),” ujarnya.
Ada beberapa kepala daerah yang diperkarakan penegak hukum dalam beberapa waktu terakhir akibat kebijakannya. Salah satunya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ahok, beberapa bulan terakhir, terseret banyak perkara dalam kaitan dengan kebijakannya. Dari pembelian lahan di Cengkareng, pembelian lahan Sumber Waras, hingga diskresi perihal reklamasi di pantai utara Jakarta.
Terakhir, Ahok diperiksa Mabes Polri soal pembelian lahan di Cengkareng yang diduga mengandung unsur kejahatan korupsi, yakni gratifikasi. Lahan itu seluas 4,6 hektare, yang dibeli seharga Rp 668 miliar. Ketika ditelusuri, lahan itu sesungguhnya sudah lama dimiliki Dinas Kelautan DKI Jakarta.
Jadi jelas, diskresi tidak bisa dipidanakan. Dan bila ada kerugian negara, tidak boleh mengada – ada dan harus jelas. Diumumkan ke publik ketika sudah masuk proses hukum .